Sabtu, 11 Desember 2010

Konsep dan Askep Lansia dengan Infeksi

PENDAHULUAN
Dengan meningkatnya umur harapan hidup, jumlah kelompok usia lanjut akan makin banyak, yang menyebabkan tingginya penyakit degenerative, kardiovaskuler, kanker dan penyakit non infeksi lain. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa penyakit infeksi juga makin banyak. Hal ini antara lain disebabkan karena pada usia lanjut pertahanan terhadap infeksi terganggu atau dapat dikatakan menurun (Hadi Martono, 1996).
Infeksi merupakan penyebab kematian yang paling penting pada umat manusia, sampai saat digunakannya antibiotika dan pencegahan dengan imunisasi aktif maupun pasif di era masyarakat modern. Penyakit infeksi mempunyai kontribusi cukup besar terhadap angka kematian penderita sampai akhir abad 20 pada populasi umum, kemudian menurun setelah ditemukan antibiotika dan tekhnik pecegahan penyakit. Walaupun prevalensi infeksi sebagai penyebab morbiditas dan mortalitas tetap tinggi pada populasi usia lanjut (Yoshikawa, 1985, 1986).  Di Amerika, dimana ilmu kedokteran tidak disangsikan lagi kemajuannya, angka kematian akibat beberapa penyakit infeksi pada lansia masih jauh lebih tinggi dibanding dengan yang didapat pada usia muda, dengan data-data sebagai berikut (Yoshikawa, 1995) :
ü     Angka kematian pneumonia pada lansia sekitar 3 kali dibanding usia muda
ü     Angka kematian akibat sepsis 3 kali dibanding pada dewasa muda
ü     Angka kematian akibat ISK lansia sekitar 5-10%
ü     Appendicitis angka kematian 15-20 kali
ü     Kolesistitis angka kematian antara 2-8 kali
ü     Endokarditis infeksiosa kematian 2-3 kali, meningitis bakterialis sekitar tiga kali

PREDISPOSISI
Ø     Factor penderita lansia
-  keadaan nutrisi
-  keadaan imunitas tubuh
-  penurunan fisiologik berbagai organ
-  berbagai proses patologik (ko-morbid) yang terdapat pada penderita tersebut.
Ø     Factor kuman
-  jumlah kuman yang masuk dan berreplikasi
-  virulensi dari kuman
Ø     Factor lingkungan
Apakah infeksi didapat di masyarakat, rumah sakit atau di panti rawat werdha (nursing home)
                Gambar interaksi beberapa factor predisposisi infeksi pada lansia :




Penurunan fisiologi : (ginjal, hati, paru-paru, otak, jantung, dll)                 Imunitas : (kulit, mukosa, Ly T, Ly B, makrofag, dll)                                             Nutrisi : (HB, albumin, Cu, Zn, hidrasi)                                           Proses patologik : (dekomp kordis, dll)

 
 














A.         Faktor pada penderita
Faktor Nutrisi
Keadaan nutrisi, yang pada usia lanjut seringkali tidak baik dapat mempengaruhi awitan, perjalanan dan akibat akhir (outcome) dari infeksi. Secara klinik keadaan ini dapat dilihat dari keadaan hidrasi, kadar hemoglobin, albumin, beberapa mikronutrien yang penting, misalnya kadar Cu maupun Zn. Juga beberapa vitamin yang penting pada proses pertahanan tubuh.

Faktor Imunitas Tubuh
Beberapa faktor imunitas tubuh, antara lain imunitas alamiah (inate immunity), misalnya kulit, silia, lendir mukosa dan lain-lain sudah berkurang kualitas maupun kuantitasnya, demikian pula dengan factor imunitas humoral (berbagai imunoglobin, sitokin) dan seluler (netrofil, makrofag, limfosit T).

Faktor Perubahan Fisiologik
Beberapa organ pada usia lanjut sudah menurun secara fisiologik, sehingga juga sangat mempengaruhi awitan, perjalanan dan akhir infeksi. Penurunan fungsi paru, ginjal, hati, dan pembuluh darah akan sangat mempengaruhi berbagai proses infeksi dan pengobatannya. Fungsi orofaring pada usia lanjut sudah menurun sedemikian sehingga seringkali terjadi gerakan kontra peristaltic (terutama saat tidur), yang menyebabkan terjadinya aspirasi spontan dari flora kuman di daerah tersebut ke dalam saliran nafar bawah dan menyebabkan terjadinya aspirasi pneumonia (Yoshikawa, 1996). Berbagai obat-obatan yang aman diberikan pada usia muda harus hati-hati diberikan pada usia lanjut, karena dapat lebih memperburuk berbagai fungsi organ antara lain hati dan ginjal.

Faktor berbagai Proses Patologik
Salah satu karakteristik pada usia lanjut adalah adanya multi-patologi. Barbagai penyakit antara lain DM, PPOM, keganasan atau abnormalitas pembuluh darah akan sangat mempernudah terjadinya infeksi, mempersulit proses pengobatannya dan menyebabkan prognosis menjadi lebih buruk.
   
B.         Faktor Lingkungan
Penderita lansia yang berada di lingkungan Rumah Sakit tentu saja berbeda dengan yang berada di masyarakat atau di panti rawat werdha, antara lain dilihat dari aspek social ekonomi, nutrisi, kebugaran dan penyakit penyertanya. Demikian pula jenis dan virulensi kuman yang berada di tiga tempat tersebut akan berbeda.

C.        Faktor Kuman 
Infeksi =            jumlah kuman x virulensi                                                                                                                                  mekanisme daya tahan tubuh

Jumlah dan virulensi kuman yang menjadi penyebab infeksi pada lansia seringkali berbeda dengan yang terjadi pada usia muda. Hal ini disebabkan terutama karena sudah terdapat berbagai penurunan fisiologik akibat proses menua, misalnya kulit dan mukosa yang lebih sering menjadi “port d’entre” kuman. Akibat kelemahan otot saluran nafas bagian atas menyebabkan sering terjadi pneumonia spontan dengan kuman komensal sebagai penyebabnya. Keadaan ini akan berpengaruh pada awitan, berat dan akhir dari infeksi pada penderita lansia.

Infeksi pada Penderita Lansia di RSUP Dr. Kariadi Semarang

Jenis penyakit utama
50-59 th
60-69 th
70-79 th
> 80 th
Gastroenteritis
60
(15,50)
61
(16,02)
22
(5,68)
5
(1,30)
Demam tifoid
12
(3,10)
12
(3,10)
12
(3,10)
0
-
Inf. Sal. Kemih
8
(2,07)
4
(1,03)
4
(1,03)
1
(0,25)
Bronkopneumonia
6
(1,55)
3
(0,78)
3
(0,78)
0
-
Leptospirosis
7
(1,8)
6
(1,55)
6
(1,55)

-
Tetanus
11
(2,84)
6
(1,55)
6
(1,55)
0
-
Hepatitis
13
(3,36)
2
(0,52)
2
(0,52)
0
-
Disentriform
2
(0,52)
4
(1,03)
4
(1,03)
0
-
TBC
23
(5,94)
24
(6,20)
24
(6,20)
0
-
Lain-lain
52
(12,92)
20
(4,91)
20
(4,91)
0
-
Total
194
(50,92)
143
(36,95)
83
(21,70)
6
(1,55)


Tabel 1. Distribusi frekuensi penyakit utama pada lansia (1989-1991) golongan umur
 





Jenis penyakit dasar
Laki-laki (%)
Wanita (%)
Total (%)
Diabetes mellitus
1
(0,26)
10
(2,60)
11
(2,84)
Dekomp. Kordis
1
(0,26)
1
(0,26)
2
(0,52)
Cirosis hati
0
-
7
(1,84)
7
(1,81)
Gagal ginjal
2
(0,52)
1
(0,26)
3
(0,78)
Hepatoma
2
(0,52)
1
(0,26)
4
(0,78)
Hepatitis
11
(2,84)
6
(1,55)
17
(4,39)
Tuberculosis
13
(3,36)
44
(11,37)
57
(14,73)
Lain-lain
116
(29,97)
155
(40,05)
271
(70,03)
Total
153
(39,53)
234
(60,46)
387
(100)


Tabel 2.  Distribusi frekuensi jenis penyakit dasar penderita infeksi lansia di RSDK 1989-1991
 





Jumlah penyakit
50-59 th
60-69 th
70-79 th
> 80 th
Total
1
44
(1,37)
27
(6,97)
11
(2,84)
1
(0,26)
83
(21,44)
2
82
(21,19)
46
(11,88)
11
(2,84)
2
(0,52)
141
(36,43)
3
47
(12,14)
55
(14,21)
18
(4,65)
2
(0,52)
122
(31,52)
4
19
(0,49)
13
(3,35)
4
(1,03)
1
(0,26)
37
(9,56)
5
1
(0,26)
2
(0,52)
0
 -
0
-
3
(0,08)
6
1
(0,26)
0
 -
0
-
0
-
1
(0,03)
Total
194
(50,12)
143
(36,45)
44
(11,37)
6
(1,55)
387
(100)


Tabel 3.  Distribusi frekuensi jumlah penyakit penderita dihubungkan dengan kelompok umur
 




Dari data di atas sapat diambil kesimpulan beberapa hal sebagai berikut :
1.     Rasio wanita dan pria adalah 3:2
2.     Angka infeksi tertinggi terdapat pada kelompok usia 50-59 tahun (50,12%). Keadaan ini berbeda dengan yang di dapat pada kepustakaan lain.
3.     Jenis infeksi terbanyak adalah berturut-turut gastroenteritis, TBC, tetanus, leptospirosis, demam tifoid dan bronkropneumonia.
4.     Penyakit non infeksi yang menyertai adalah dekompensasi jantung, DM, dan sirosis hati.
5.     Jumlah penyakit yang diderita pada semua kelompok adalah antara 2-3 penyakit (rata-rata 2,8), wanita lebih banyak dibanding pria.
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Hadi Martono di bangsal akut geriatric RSUP Dr. Kariadi, antara 1991-1994 (Hadi Martono,1995) mendapatkan angka sebagai berikut :
a.      Infeksi terbanyak didapatkan berturut-turut : ISK, bronkopneumonia, dan sepsis
b.     Penyakit penyerta terbanyak adalah PPOM, hipertensi, PJI, DM, penyakit saluran cerna, insufisiensi ginjal dan sirosis hati
c.      Jumlah penyakit/penderita antara 5-10 dengan rata-rata 7,2 penyakit/penderita
d.     Angka kematian tertinggi didapatkan pada sepsis kemudian bronkopneumonia.

Manifestasi infeksi pada usia lanjut
Demam : seringkali tidak mencolok. Glickman dan Hilbert (1982), seperti dikutip oleh Yoshikawa mendapatkan bahwa banyak penderita lansia yang jelas menderita infeksi tidak menunjukkan gejala demam. Penderita dengan sepsis seringkali suhu juga tidak meningkat, akan tetapi justru menurun (hipotermi). Tidak adanya demam ini selain memperlambat diagnosis, juga menurunkn efek fisiologik lekosit dalam melawan infeksi, sehingga angka kematian penderita lansia dengan infeksi tanpa demam akan lebih tinggi daripada apabila disertai demam.
Gejala tidak khas : gejala seperti yang digambarkan pada penderita muda sering tidak terdapat bahkan berubah. Gejala nyeri khas pada apendisitis akut, kolesistitis akut, meningitis, dan lain-lain sering tidak dijumpai. Batuk pada pneumonia sering tidak dikeluhkan, mungkin oleh penderita dianggap sebagai batuk “biasa” (Fox, 1998 ; Hadi Martono 1992, 1993)
Gejala akibat penyakit penyerta (ko-morbid) : sering menutupi, mengacaukan bahkan menghilangkan gejala khas akibat penyakit utamanya, padahal pada penderita lansia penyakit ko-morbid ini sering dan banyak terdapat (Hadi Martono, 1993 ; Yoshikawa, 1986 ; Smith, 1980)
Berbagai infeksi pada Lansia
Beberapa infeksi yang sering ditemui pada lansia akan memberikan gambaran yang khas dan perlu diperhatikan adalah seperti tercantum pada table 4 (Yoshikawa, 1990).
Dapat dilihat bahwa berbagai penyakit infeksi pada usia lanjut masih perlu diperhatikan walaupun pada Negara yang sudah maju, dimana insidensi penyakit degeneratif jelas sudah meningkat. Seperti telah disebutkan di atas, pola kuman pada usia lanjut juga agak berbeda dibanding dengan yang terdapat pada usia dewasa muda, dapat dilihat pada table 5.


Tabel 4. Beberapa infeksi penting pada usia lanjut
Jenis Infeksi
Catatan
Pneumonia
Penyebab kematian utama karena infeksi pada usia lanjut, sehingga dinyatakan sebagai the old men’s friend
ISK
Penyebab terbanyak terjadinya bakterimia/sepsis pada lansia
Infeksi intra abdomen
Gangrene apendiks dan vesika felea terbanyak pada lansia, diverticulitis terdapat terutama pada lansia
Infeksi jaringan lunak
Dekubitus dan luka pasca operasi tersering terjadi pada lansia
Sepsis
Dari semua kasus 40% terjadi pada lansia, mengakibatkan 60% kematian
Endokarditis infeksi  
Meningkat prevalensinya pada lansia
Tuberculosis
Peningkatan kasus secara mencolok pada lansia, termasuk yang berada di panti werdha
Arthritis septika
Adanya penyakit sendi yang mendahului menyebabkan peningkatan resiko pada lansia
Tetanus
Di AS 60% dari semua kasus terjadi pada lansia
Herpes zoster
Prevalensi meningkat seiring dengan penuaan, neuralgia pasca herpetic sering timbul pertama pada usia lanjut
Yoshikawa, 1990

Tabel 5. Kuman penyebab pada beberapa infeksi lansia dibanding pada dewasa muda
Asal infeksi
Pathogen yang mungkin
Antibiotika anjuran
Masyarakat
Str.pneumonia, H.influenzae, Klebsiella species, Staf.aureus, Legionela Sp.
Sefalosporin gen.II,  Tikarsilin/klavulanat,  Eritromisin dan kuinolon (astreonam)
Rumah Sakit
Klebsiela species, Esc.coli, Enterobacter spes, Pseudomonas aeruginosa, Staf.aureus, Str.pneumonia, bakteri anaerob
Sefalosporin gen.III, Tikarsilin/klavulanat,  Ampisilin/sulbaktam,  Ampisilin/ eritromisin + kuinolon/aminoglikosida
Panti rawat werdha
Klebsiela species, Esc.coli, Str.pneumonia
Sefalosporin gen.II atau III,  Tikarsilin/klavulanat,  Ampisilin +kuinolon

Tuberculosis
Sebagai Negara sedang berkembang dengan insidensi tuberculosis pada usia kanak-kanak dan dewasa yang cukup signifikan, di Negara kita penderita TBC pada usia lanjut masih perlu mendapatkan perhatian. Walaupun saat ini insidensi TBC secara umum sudah menurun, pada usia lanjut prevalensinya masih cukup tinggi. Beberapa hal mengenai perhatian terhadap kemungkinan efek samping obat-obat tuberculosis yang sering terjadi pada usia lanjut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Table 7. Beberapa efek samping obat tuberculosis yang penting


Penatalaksanaan infeksi pada usia lanjut
Diagnosis
Mengingat gejala dan tanda infeksi pada usia lanjut yang tidak khas dan sering menyelinap, maka diagnosis merupakan tonggak penting pada penatalaksanaan infeksi pada usia lanjut. Untuk hal tersebut assemen geriatric merupakan tatacara buku yang dianjurkan. Pemeriksaan fisik, psikis dan lingkungan dan pemeriksaan tambahan yang penting secara menyeluruh sesuai form baku perlu dilaksanakan dengan baik, sehingga kemungkinan mis atau under diagnosis bisa dihindari sekecil mungkin. Dengan assemen geriatric ini juga dapat ditegakkan :
·       Penyakit infeksi yang terdapat
·       Penyakit ko-morbid yang menyertai, antara lain gangguan imunologik (DM, penyakit darah, penyakit keganasan), penyakit jantung, ginjal, PPOM, penyakit hati, dll
·       Gangguan mental/kognitif yang mungkin mempersulit pengobatan
·       Sumber daya social/manusia yang ada untuk penatalaksanaan jangka pendek atau jangka panjang
Terapi antibiotika
Terapi antibiotika harus segera dilakukan bila semua specimen untuk pemeriksaan mikrobiologis sudah dikirim. Secara empiris antibiotika berspektrum luas, antara lain golongan beta-laktam atau kuinolon dapat diberikan. Antibiotika berspektrum sempit baru bisa diberikan apabila hasil kultur dan sensitivitasnya mendukung (Hadi Martono, 1996). Harus diingat bahwa pengambilan specimen untuk penyakit saluran nafas bawah pada lansia seringkali sukar, sehingga hasil klinik berupa perbaikan keadaan umum penderita harus selalu dijadikan pedoman, walaupun hasil kultur/sensitivitas tidak mendukung, terutama bila pengambilan spesimennya diragukan kesahihannya. Berbeda dengan penggunaan golongan obat lain pada usia lanjut, pemakaian antibiotika harus langsung diberikan dengan menggunakan dosis penuh, akan tetapi tetap memperhatikan kemungkinan efek samping yang terjadi.


ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN DIAGNOSA MEDIS PPOM
I.              Pengkajian
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada kegiatan sehari – hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan juga mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor pendukung terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala yang muncul antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi lainnya antara lain perjalanan penularan temperatur dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada, Respiratory Rate dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu pernafasan dan juga warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum. Palpasi dan perfusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap peningkatan gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma. Ketika mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir seharusnya diberi cukup waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam tanpa adanya rasa pusing (dizzy) (Loukenaffe, M.A, 2000).
Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :
1. Aktifitas / istirahat
Keletihan , kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas.
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah,takikardi.

3. Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang
4. Makanan / cairan
Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat.
5. Higiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu pernafasan.
7. Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.
8. Seksualitas
Penurunan libido.
9. Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan mobilitas fisik.
(Doengoes, 2000 :152 )

II.          Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM, antara lain :
1.     Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi
2.     Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen
3.     Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis
4.     Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah
5.     Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
6.     Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif ( Doenges, 2000).

Sedangkan diagnosa menurut Luckenotte,antara lain :
1.     Ketidak efektifan jalan nafas b.d tertahannya sekresi
2.     Gangguan pertukaran gas b.d berkurangnya suplai oksigen
3.     Berkurangnya perawatan kesehatan b.d ketidakefektifan koping individu
4.     Resiko infeksi b.d in adekuat pertahanan primer dan sekunder, dan penyakit kronik
5.     Defisit pengetahuan : PPOM b.d kurangnya informasi
6.     In adekuat nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan atau absorbs
7.     Berkurangnya peran b.d perubahan persepsi diri dan perubahan kapasitas fisik dalam menjalankan peran
8.     In efektif pola nafas b.d kelemahan muskuloskeletal dan penurunan energi atau fatique
9.     Ketidakmampuan untuk melakukan ventilasi secara spontan b.d kelemahan otot pernafasan.
Intervensi
No
Dx Keperawatan
Tujuan
Rencana Tindakan
Rasional
1
Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi
Mengefektifkan jalan nafas
ü   Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih / jelas
ü   Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas                     Misal : Batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Mandiri
1.  Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi, krekels, ronki.




2.  Observasi / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi mengi (emfisema)



3.  Observasi pasien untuk posisi yang nyaman misal: peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.


4.  Pertahankan polusi lingkungan minimum debu, asap dll

5.  Bantu latihan nafas abdomen / bibir


6.  Ajarkan teknik nafas dalam batu efektif

Kolaborasi
7.     Berikan obat sesuai indikasi :            Brokodilator mis, B-agonis, Epinefrin (adrenalin, vaponefrim) albuterol (Proventil, Ventolin) terbulatin (Brethine, Brethaire), isoetarin (Brokosol, Bronkometer).
8.     Xantin, mis aminofilin, oxtrifilin (Choledyl), teofilin (Bonkoddyl, Theo-Dur)



9.     Berikan humidifikasi tambahan mis nubuter nubuliser, humidiper aerosol ruangan dan membantu menurunkan / mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus.

1.  Beberapa derajat bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas, misal: krekels basah (bronkhitis),bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema).
2.  Takipnea ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan / selama stress / adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan ferkuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
3.  Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi, namun pasien dengan slifres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas.
4.  Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentrigen episode akut.                                     
5.  Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
6.  Batuk dapat menetap tetapi efektif khususnya bila pada lansia,sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi / kepala dibawah setelah perkusi dada.


7.  Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas mengi, dan produksi mukosa, obat-obat mungkin per oral, injeksi / inhalasi.
8.  Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan meningkatkan langsung siklus AMP. Dapat juga menurunkan kelemahan otot / kegagalan pernafasan dengan meningkatkan kontraktilitis diafragma.
9.  Menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan membantu menurunkanb / mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus.

2
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen yang tidak adekuat
Memenuhi suplai oksigen pada tubuh.
Kriteria hasil yang diharapkan :
ü  Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat yang bila dalam rentang normal + bebas gejala distres pernafasan.
ü  Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan / situasi


3
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis
Mencegah terjadinya infeksi.
Kriteria hasil yang diharapkan :
ü  Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu
ü  Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
ü  Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman



































  


Read More